October 13, 2013

Mencintai Dengan Tahu Diri

Saya sedang duduk di depan cermin ketika sahabat terbaik saya datang dengan wajah muram. Ia duduk di hadapan saya. Terdiam lama menatap saya yang tengah diam menatapnya.
"Have you ever fall for someone you haven't even met? And you just wish over time if that someone would ever fall for you too."
Saya tidak menjawab.
"Bahagiaku tidak bergantung padanya. Tetapi kehadirannya membuatku bahagia. Sampai suatu pagi aku membaca teks darinya. Ia bilang, ia akan berhenti mendekatiku sebab ia merasa itu hanya menggangguku. Ia mengira aku bosan dengan segala perhatian yang ia berikan padaku."
"...nggg oke, terus?" Akhirnya saya bersuara.
"BAGAIMANA AKU BISA BOSAN, SEMENTARA SEGALA PERHATIAN DARINYA ADALAH KEBAHAGIAAN?" Ia menjawab dengan nada tinggi. Ada genangan air di kedua matanya.
"BAGAIMANA IA BISA BERPIKIR BAHWA AKU MERASA TERGANGGU, SEMENTARA AKU SELALU MENDAPATI DIRIKU KECEWA TIAP KALI PONSELKU BERDERING NAMUN BUKAN DARINYA?" Pipinya mulai basah. Suaranya menyiratkan keputus asaan.
"Aku harus bagaimanaaaa?" Tangisnya pecah.
Saya diam.
"Kau kan tahu, aku tidak pandai dalam urusan seperti ini. Kalau saja aku mahir, aku tentu tidak melajang selama ini. Empat tahun tidaklah singkat untuk dilalui sendiri, kau tahu?" Ia melanjutkan.
Saya masih mendengarkan.
"Lalu ia hadir. Tidak ada hal istimewa yang ia lakukan padaku, namun kehadirannya membuatku merasa cukup."
"Sejauh ini kedekatan kami memang hanya melalui teks dan telepon. Belum sekalipun kami pernah bertemu. Ia di luar pulau sana, sementara pekerjaanku di sini belum memungkinkan untuk aku bisa cuti."
"It's weird and beautiful, yet sad at the same time that you can't meet that someone whom you're able to hold a long convo with, everyday."
"Aku dan dia adalah sepasang rindu yang masih dipisahkan temu."
Ia masih bercerita saat sekilas saya menangkap senyum di bibirnya.
"Aku bahagia sewaktu ia mengakui kecemburuannya pada seorang pria yang juga mendekatiku. Terlebih lagi, ia mengenal pria tersebut. Kau tahu? Ia lucu sekali jika sedang cemburu." Senyumnya merekah.
"Sayangnya ia tidak tahu, hanya ia yang kubiarkan mendekatiku." Senyumnya kembali hilang.
"Ia bilang sayang padaku. Namun aku tak turut membalas ucapannya."
"Sampai sekarang ia tidak tahu, pria yang pernah dicemburuinya itu bahkan tak pernah aku tanggapi. Pun ia tidak tahu bahwa aku...entah bagaimana--aku berharap tidak mencintainya, tapi aku punya perasaan padanya. Tidak jelas apa namanya perasaan seperti ini. Tidak masuk akal. Kami bahkan belum pernah bertemu."
"Itu namanya...cinta," ucap saya.
"Tak perlu kau tegaskan," balasnya kesal
"Mengapa tidak kamu jelaskan padanya? Mengapa kamu biarkan ia membenarkan kesimpulannya?" Saya bertanya heran.
"Karena aku mencintai dengan tahu diri." Jawabannya membuat saya merinding.
"Maksudmu?" Saya menuntut penjelasan.
"Dia pria baik. Menyenangkan. Mempesona dalam kesederhanaan. Punya wajah rupawan dan cukup terkenal. Tak heran banyak wanita cantik di sekitarnya. Sementara aku, hanya begini adanya." Wajahnya tertunduk.
"Aku tidak yakin hanya aku wanita yang ia dekati. Ia punya begitu banyak pilihan di sana. Sementara aku jauh di sini, dan hanya begini. Aku sadar diri. Tetapi kedekatan ini membahagiakan. Rumit memang. Kupikir jika aku mengetahui yang sebenarnya, aku pasti akan patah hati. Kau tahu, ini seperti minum racun yang enak rasanya. Itulah mengapa aku tak kunjung meminta kejelasan hubungan kami padanya. Ia tak suka ribet, aku pun tak ingin drama."
"Oh tentu. Silakan tertawa!" Katanya, begitu melihat saya mematung.
"Jatuh hati pada yang belum pernah ditemui adalah kebodohan," ucapnya.
"Namun itu bukanlah kesalahan," saya memotong.
Ia menatap saya.
"What? People are stupid when they're falling in love," saya menambahkan.
"Kebodohanku memang keterlaluan. Bahkan saat ia pamit untuk berhenti mendekatiku, aku tidak mengatakan apa-apa." Ia melemparkan pandangannya ke arah luar jendela.
"It's ok. Being stupid is better because we learn. In a very hard way. Sometimes." Saya mencoba bijak, namun sepertinya gagal.
Ia tersenyum sinis. Saya bertaruh dalam hati bahwa ia akan meludahi saya beberapa detik lagi. Ah, saya tidak akan kelepasan sok bijak lagi kalau begitu.
"Atau...ia sengaja memanipulasi keadaan agar punya alasan untuk menjauhiku? Jadi ini semua hanya skenario agar ia tak terkesan menyakitiku?" Ia nampak berpikir.
Saya sedikit lega dalam hati sebab ia tidak jadi meludahi saya.
"Jangan suka membenarkan kesimpulanmu sendiri!" Saya mengingatkannya.
"Saat ini, aku bahkan tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang seharusnya aku lakukan dan mana yang tidak," jelasnya dengan wajah kembali tertunduk.
"Aku benar-benar tidak tahu apakah ia berharap aku mencegahnya atau membiarkannya pergi?"
"Aku tidak ingin salah memperlakukannya. Entahlah."
"The last things I know is when you care about someone, you want them to stay."
"..."
"But sometimes, showing you care means letting them go."

DEG!

Saya menatap sosok sahabat di depan cermin ini. Saya mematung lagi. Lama sekali.

-FA

July 11, 2013

2mad eatery, Kemang

Ramadhan has coming. The holy month of fasting from dawn to dusk and offering our prayers to the Almighty. Fasting during Ramadan is one of the five Pillars of Islam. So happy fasting, dear my Muslim friends. J
Well if you are looking for a cozy resto with great foods to break the fast, 2mad eatery is the right place for you. At The Brodway Kemang, Jl. Benda Raya No.46 Unit B, Jakarta Selatan, 2mad eatery born as a new bistro and dining. I came here a week ago. It has an ambience that absolutely complements the friendly service. There is a bar in first floor, also with dining tables. I just walked to the second floor and found the different concept with unrefined elements. It’s cool indeed! The interior design were inspired from Madison Avenue in New York City makes it so full of art. I was also fascinated with the stuffs in gallery represents some of the products from 2madison lifestyle store at this second floor.
1st floor
1st floor
2nd floor
2nd floor
2nd floor

2mad eatery serves western and fusion food as their mainstay. I tried Grilled Gindara Fish Fillet with lyontnaise potato, mixed vegetables, and creole sauce. Delicious!
Oh and, you know? I fall in love with their Ice Blend Green Tea. It’s going to be one of my favorite green tea in Jakarta.





menu

Nom nom~
-Febie

July 4, 2013

FED UP

I was like  --------->>

Yoo man, don't ask!

I'm fucking need holiday to refresh my brain.
Oh umm, so...anyone? :p


Bloody fed up,

June 27, 2013

Bahagia

Dari kursi kayu di sudut koridor, aku memandang adikku yang tengah berdesak-desakan mengantri di depan ruang multimedia sebuah Sekolah Menengah Kejuruan Penerbangan di Jakarta Selatan. Ia sedang mendaftar ulang. Masih terekam jelas di ingatanku, betapa gembiranya ia saat mengetahui dirinya lolos saringan masuk di sekolah tersebut. Aku sedang bekerja saat menerima kabar darinya sore itu. Ah, segera ku bereskan pekerjaanku dengan hati bahagia, agar bisa lekas pulang ke rumah.
"Besok temenin gue daftar ulang ya Kak" pintanya.
"Cium dulu!" candaku seperti biasa tiap kali menjawab permintaannya.
Pagi ini, aku begitu semangat melepaskan kehangatan kasur dan selimut tercinta. Bergegas mandi dan sarapan, lalu mengantar kesayanganku ini ke sekolah barunya.
Dan di sinilah aku. Duduk dengan keringat mengucur deras di pelipisku. Panas Jakarta sedang kurang bersahabat hari ini. Riuh suara para wali murid yang ikut mengantar anaknya daftar ulang. Wajah bahagia dan penuh bangga jelas terlihat di sana. Sama sepertiku. Duduk kepanasan dan berkeringat begini masih tidak mampu melunturkan rasa bangga pada adik lelaki bertubuh besar yang berdiri di sana. Aku terus memandangnya dari kejauhan, sementara pikiranku kembali melayang pada hari dimana aku, adikku dan orangtua kami terlibat pembicaraan serius tentang ini.
Orangtua kami kurang setuju dengan keinginan adikku melanjutkan pendidikan ke SMK, dan mengarahkan adikku untuk memilih SMA. Alasannya jelas, karena selulusnya adikku dari sekolah menengah atas, ia diarahkan untuk melanjutkan pendidikan ke dunia perkuliahan, bukan langsung bekerja. Namun adikku, yang sama sepertiku, begitu mengidolakan sosok Bacharuddin Jusuf Habibie, ingin melanjutkan pendidikan di SMK Penerbangan. Belum lagi, cita-citanya yang ingin menjadi pilot semakin membulatkan keinginannya.
“Gue mau jadi pilot, kak. Lulus dari SMK Penerbangan kan gue bisa lanjut sekolah pilot. Kalaupun akhirnya nggak bisa jadi pilot karena mata gue minus, minimal gue yang bikin pesawatnya, kayak pak Habibie,” begitu selalu ia menjelaskan padaku.
Maka, aku menjadi orang pertama yang menyetujui keputusannya untuk mendaftar di SMK Penerbangan. Ia gembira. Aku pun.
Aku hanya tak ingin ia menempuh pendidikan yang tidak sesuai keinginannya. Aku hanya tak ingin jagoanku ini belajar dengan terpaksa. Aku hanya tak ingin melihatnya tersiksa dengan segala kerumitan yang muncul bukan atas pilihannya. Aku hanya tak ingin hidupnya disetir oleh rasa takut pada orangtua.…sepertiku, dulu.
Ah, sudahlah.
Akhirnya, Sabtu pagi yang lalu, aku dan adikku sengaja mengajak orangtua kami ikut ke kedai kopi 24 jam yang memiliki jaringan Wi-Fi untuk melihat detik-detik adikku mendaftarkan diri ke tiga sekolah pilihan secara online. Saat itulah aku meyakinkan orangtuaku untuk menyetujui dan mendukung pilihan adikku. Aku bahkan berani menjamin mereka untuk tidak mengkhawatirkan perkara biaya.
“Makasih, kak” ujarnya diam-diam saat semua selesai dan sesuai rencana.
Aku bahagia luar biasa.
Hari ini, banyak doa yang ku rapal dalam diam…
Semoga Tuhan memeluk segala doa-doa dan harapan tanpa dibuat sia-sia. Semoga Tuhan menerima amin dari seluruh penjuru semesta. Semoga bahagia kami kemaren dan hari ini, akan dibuat-Nya berlipat ganda di hari kemudian.


Terima kasih. Segala puji bagi-Mu, Sang Maha.

May 31, 2013

Wanita

Aku tidak baik-baik saja...

"Kamu kenapa?"

"Enggak apa-apa."
"Kok diem?"
"Aku ngantuk, hehehe."
"Aku kangen kamu."
"Hmm.."

Lantas mengapa tak menemuiku? Aku ingin menangis di pelukanmu. Aku membutuhkanmu. Aku sangat membutuhkanmu.


"Hmm doang?"
"Ehehehe. Kamu lagi ngapain?"
"Aku lagi nonton dvd, lagi kangen kamu juga."
"Hahaha wuuuh!"
"Kamu lagi apa?"
"Aku lagi tiduran aja, ngantuk soalnya."

Aku lagi gak baik-baik aja. Seandainya aku bisa menceritakan ini padamu...


"Yaudah, kamu mau tidur sayang?"

"Iya, nanti juga ketiduran sendiri kok."

Bagaimana bisa aku tertidur, sementara pikiranku begitu penuh. Salah satunya, olehmu.


"Sayang, kalau kamu ada masalah atau kenapa-kenapa, kamu bisa cerita sama aku. Aku sayang kamu. Aku gak mau jadi bayangan kamu yang cuma ada saat terang aja, aku juga mau ada saat gelap juga, kayak yang kamu bilang waktu itu."

"Hahaha, kamu inget?"
"Bahkan masih aku simpan baik-baik, semua."
"Hoo hehehe.."
"Aku sayang kamu."
"Hmm.."
"Aku sayang kamuuuu.."
"Hmmmm...."

Aku juga sayang kamu. Sangat. Aku...takut...kehilangan...kamu...kalau akhirnya kamu tau tentang ini...


Lalu meneteslah air mata... Tak ada yang dipeluknya... Tak ada yang menghapus air matanya... Tak ada yang menenangkannya...

Andai saja air mata ini bisa ku tuang ke dalam cangkir. Akan ku minta kau meneguknya, agar  kamu tau sepedih apa kegelisahan yang ku rasa. Aku tak bisa bercerita... Aku tak bisa...

Wanita ini terdengar ceria, padahal hatinya kekenyangan duka. Wajah lelahnya tertunduk. Baru kali ini, ia merasa begitu lemah. Ia benci menjadi lemah. Namun ia tak punya daya.

Wanita ini masih menangis. Sendiri.


-F.

May 28, 2013

Kepada Hilang

"Have you ever noticed that everytime you lose something good, something better always comes around?"


Begitulah bunyi tweet saya pada Selasa pagi ini. Pertanyaan atau pernyataan? Entahlah. Saya hanya mencoba meyakinkan diri sendiri, bahwa saya --yang merasa kehilangan-- akan menemukan sesuatu sebagai penggantinya. Saya hanya mencoba menenangkan diri. Iya, memang seperti hidup pada umumnya. Yin dan Yang. Temu dan hilang. Semua seimbang. Hanya saja rasa kehilangan yang saya alami dua minggu belakangan ini, begitu dalam. Tajam. Namun, letak masalahnya adalah....

Saya belum mengetahui bagian mana dari hidup saya yang hilang. Saya tidak tahu, saya telah kehilangan apa.

Jika rasa kehilangannya tak sedalam ini, sudah pasti saya abaikan. Tapi...ini kehilangan yang begitu dalam. Dada saya sesak dibuatnya. Pikiran saya kemana-mana. Konsentrasi terpecah. Perih rasanya. Namun tak ada airmata. Jelas saja, karena saya tidak tahu mau menangisi apa...menangisi siapa.

Maka kepada Hilang...beri tahu saya, apa yang sudah kamu tiadakan? Agar saya bisa mengobati perihnya kehilangan. Agar saya tahu bagian mana yang dikosongkan. Agar saya tahu caranya menemukan.

Persetan. Tapi...jika kau berkenan, saya akan berterima kasih atas kerendahan hatimu, Hilang.


F.

May 13, 2013

Untuk Kartini

Ia yang tak pernah meminta hormat,
menyembunyikan beban hingga liang lahat.
Namun tabah saja tidak cukup kuat,
menjadikan penerusnya menjaga martabat.

Hidupnya berseni,
hingga mati di atas kaki sendiri.
Disebut pejuang emansipasi,
dengan atau tanpa sisipan narasi.

Atas nama liang kehidupan,
tangguhlah kau para perempuan.
Pusaran tiap kenikmatan,
lelah-lelahmu akan dihitung Tuhan.

Demi waktu yang tak berbatas,
dan ruang yang tak berpijak.
Maha benar Tuhan menyurgakan
telapak kaki perempuan.


February 22, 2013

Secangkir Puisi

segalanya ada, segalanya tersedia, untuk diminum olehnya….
....ia akan memilih isi cangkirnya sendiri

tiga tahun lalu, ia mengejutkan se-bumi raya
isi cangkirnya meluber, kepenuhan entah minuman apa
ia sengaja, sebab ini minuman yang diincar se-bumi raya
“bagaimana ini bisa mengecewakan, sementara ini yang kalian impikan?”
begitu jawabnya, tiap kali mendapati tanya

sedikit-sedikit diteguknya karena penasaran
namun tiba-tiba ia tersedak, ia pusing mendadak
darahnya muncrat, lambungnya menolak
pihak medis mengeluarkan pernyataan
bahwa minuman itu selalu merenggut korban

seorang sahabatnya diam-diam meneguk nikmat
seorang sahabatnya adalah pecandu dosa kelas berat
dituangnya minuman itu ke cangkir seorang sahabat
dituangnya dengan sembarang sebab ia telah sekarat
“teguklah bekasku, secangkir keparat untuk seorang sahabat!”

sementara ia hijrah membawa kesakitannya
masih belum ditemukan obat penawar luka
sendiri, ia berjuang dalam waktu yang lama
sendiri, ia masih menjaga cangkir miliknya
ia meninggalkan segala, namun ia menolak lupa

“sebut aku pengecut, aku tak lagi mau bertemu malaikat maut”
begitu jawabnya, tiap kali mendapati tanya
cangkir kosong masih bersamanya
racun telah melukis noda yang tak kunjung punah
ia meninggalkan segala, namun ia menolak lupa

setahun berlalu, ia menengok cangkir kosongnya
dibesarkan oleh luka,
ia tak lagi menaruh percaya
apatis luar biasa,
ia skeptis dibuatnya

dua tahun berlalu, ia masih setia dengan kekosongannya
banyak rekannya bertanya keheranan
hausnya tak hilang, namun ia tak dijemput kematian
mengapa ia tak segera memilih berbagai jenis minuman?
segalanya ada, segalanya tersedia, untuk diminum olehnya

hari ini, ia membersikan cangkirnya
ada sarang laba-laba di dalam rupanya
ia terkejut, kemudian tertawa
hari ini, ia sudah berwarna
ia menyiapkan cangkir untuk minumannya

hari ini, ia membuka pintu kulkasnya
segala minuman baik langsung menyerbunya
tak peduli di cangkirnya masih ada noda
minuman terbaik pasti bersedia mengisinya

hari ini, ia memastikan lukanya pulih sudah
agar kelak tidak merepotkan minuman pilihannya
cangkirnya tidak sempurna, namun juga tak ada luka
....
hari ini, ia memantaskan diri
ia akan memilih isi cangkirnya sendiri.


Jakarta sore itu,

February 19, 2013

Selasa dan Segenap Usia

Suatu senja di hari Selasa. Wanita dua puluh satu tahun sedang membasuh air ke wajahnya. Tiga kali. Kemudian tangan, mercu kepala, telinga hingga kaki. Ia berwudhu rupanya. Disegerakannya memakai mukenah, lalu duduk di sajadah. Punggung lelahnya disandarkan pada dinding kamar yang baru lebih setahun dihuninya bersama suami.
"Subhanallah… walhamdulillah…wala ilaha illallah…wallahu akbar…"
Bibirnya memuja-muja Tuhan. Suara lembutnya menyejukkan. Pelan serupa bisikan. Matanya memejam, menghayati kalimat suci dalam-dalam. Tangannya mengusap lembut bagian perut. Tampak usia kandungan yang tak lagi muda.
"Subhanallah… walhamdulillah…wala ilaha illallah…wallahu akbar…"
Wajah cantik alaminya memancar tanpa polesan bedak dan riasan. Ia hanya mendandani diri dengan air wudhu lebih dari lima kali dalam sehari.  Di luar sana, langit oranye kian memerah. Pertanda maghrib segera tiba. Ia masih di tempat yang sama. Melantunkan kalimat suci sembari mengusap perutnya. Di luar sana, para muazin di seluruh dunia tengah bersiap mengumandangkan azan.
"Allahuakbar.. Allahuakbar.."
Bersahut-sahutan. Bumi mengingatkan. Memeriahkan semesta dengan seruan. Pergantian siang ke malam. Seorang wanita mulai kesakitan. Pecah ketuban.
Tak ada tanda-tanda sepanjang siang. Seperti hari biasa, sakit perut pun tidak. Sekarang ia kebingungan. Sebagian tubuhnya sudah basah oleh ketuban. Keringat dan air mata bercucuran. Sakit luar biasa tengah ia rasakan.
Seorang pria berperawakan kurus dan berkulit cokelat gelap berlari ke dalam rumah. Mulanya ia sedang memandang langit, bershalawat sembari menunggu maghrib. Begitu mendengar azan, ia bergegas ke masjid. Namun tiba-tiba saja keningnya mengernyit. Secepat cahaya, ia kembali masuk ke dalam rumah. Menghampiri istrinya.
Belum sempat menunaikan Magrib, keduanya terpaksa menyegerakan ke rumah sakit. Istri sekuat tenaga menahan sakit. Suami tak mampu menyembunyikan panik. Inilah kali pertama keduanya berhadapan langsung dengan ambang hidup mati.
Begitu istrinya ditangani dokter serta beberapa suster, ia berlari mencari tempat suci. Napasnya tersenggal, jantungnya berdegup kencang. Ditunaikannya maghrib dengan sederetan sunah, seperti biasa. Seusainya salat, tangannya diangkat. Telapaknya basah, gemetar tak karuan. Kali ini, air matanya pecah. Hanya kepada Tuhan, ia menumpahkan kegelisahannya. Sebab untuk istrinya, ia ingin menjadi luar biasa. Takkan dibiarkannya wanita itu tahu lelah-lelahnya. Takkan dibiarkannya wanita itu kelaparan, walaupun ia sama sekali belum makan. Maka pada pergantian siang ke malam, ia memanjat pohon doanya.
Beberapa orang memasuki musala ketika pria itu bangkit dari sajadahnya. Mereka menunggu isya rupanya. Setelah bersapaan, ia permisi keluar. Langkahnya tergesa-gesa, ia tak mau membiarkan istrinya sendirian saat bertaruh nyawa. Di ruang petak serba putih itu, seluruh momentum sekarat disaksikannya dari dekat. Detik jarum jam dan segalanya bergerak lambat. Lekat-lekat, ia menaruh harap.


Selasa, sembilan belas Februari silam. Sedari azan maghrib hingga isya, seorang wanita menahan sakit luar biasa.

Selasa, sembilan belas Februari silam. Ada sajadah yang basah oleh ketuban. Ada sajadah yang menadah segala harapan. Sajadah meng-amin-kan.

Selasa, sembilan belas Februari silam. Seorang wanita berdiri di ambang kematian. Atas nama azan yang memeriahkan semesta, ia takkan menyerah pada rasa sakitnya.
Selasa, sembilan belas Februari silam. Seorang pria tak lagi mampu membendung air matanya. Tak peduli seberapa lelah, ia selalu siap melawan ketakutannya.
Selasa, sembilan belas Februari silam. Ada ketuban pecah saat maghrib datang. Ada bayi merah yang diantar Jibril ke dunia.
Selasa, sembilan belas Februari silam. Azan isya dan tangis bayi merah saling bersahutan. Pertanda kehidupan dan sepaket kebahagiaan.
Selasa, sembilan belas Februari silam. Sepasang suami istri tengah naik tahta sebagai orang tua. Ibu dan ayah.


Bayi merah yang gendut luar biasa. Berambut halus dan tertidur nyenyak hanya jika perutnya kenyang. Bayi merah gendut yang hari ini berusia 22. Bayi merah gendut yang menolak lupa pada segala perjuangan orangtuanya. Bayi merah gendut yang menjadikan kebahagiaan keluarga sebagai napasnya. Bayi merah gendut yang murka jika mendapati orangtuanya dibuat luka. Bayi merah gendut yang berdoa untuk dipanjangkan usianya agar bisa menjaga senyum tetap merekah di wajah orangtuanya. Bayi merah gendut yang sedang susah payah menahan tangis saat mengetik cerita di sembilan belas Februarinya. Bayi merah gendut yang mencintai ibu dan ayahnya dengan kesederhanaan yang megah.


Di tempat terdekat,

February 14, 2013

Valentine

Siapa peduli hari Valentine,
jika setiap harimu tak pernah absen memanjakanku.
Siapa peduli hari Valentine,
jika pelukmu selalu bisa menghangatkanku.

Nyatanya…saat ini, aku tengah kedinginan. Sendirian.

Untuk apa mengkhususkan empat belas Februari,
kalau sudah jelas aku jatuh cinta padamu setiap hari.
Untuk apa mengkhususkan empat belas Februari,
kalau kebersamaan kita adalah yang aku cari.

Masih di tempat yang sama. Masih setia.

Hanya tertawa melihat gadis SMA diberi Cadbury oleh kekasihnya,
ciumanmu bahkan lebih enak dari cokelat buatan Willy Wonka.
Terhibur saat ada pria menyembunyikan bunga di balik punggungnya,
lalu berjalan menghampiri wanita bergaun merah muda.
Ah, dicintai olehmu bahkan jauh lebih indah dari bunga Sakura.

Kemudian aku meneguk cokelat hangat. Menikmati manis dan pahitnya yang pekat.

Ada pria memakai jas, membuka pintu untuk mempersilakan  wanitanya masuk.
Tiga remaja putri tampak malu-malu di hadapan ketiga pemudanya. Triple date, rupanya.
Di meja ujung sana, sepasang kekasih nampak mesra. Mereka segera menikah.
Lalu mahasiswa berlari ke luar saat kekasihnya di toilet. Mengejar penjual bunga buket.

Sendiri. Sofa sebelahku masih belum terisi. Di kedai kopi ini, aku mengamati.

Lagu-lagu romantis tak berhenti mengalun,
acara televisi bertema Valentine ditayangkan semua stasiun,
Penglihatan merabun karena dicekoki warna merah muda dan marun,
seseorang telah memilih untuk tetap sendiri selama beberapa tahun.

Itu aku…

Tak peduli dunia menuntut penjelasan atas ini,
pengabaian telah membuat mereka sakit hati.
Mereka menuduh, mencaci dan menertawai,
seseorang masih tetap tak menaruh peduli.

Aku mendapati diriku menyeringai sendirian.
Teringat pernah dituduh (maaf) lesbi oleh mereka yang ku abaikan….
Lihat aku, Semesta!
Aku masih baik-baik saja.
Hari Valentine tidaklah semenggoda itu.
Dan aku masih nyaman dengan kesendirianku.

Seorang wanita masih belum pulih,
masih menolak sakit lagi,
Entah hingga kapan...
Mungkin sebulan, atau sampai hari Valentine tahun depan

Lihat aku, Semesta!
Iya, aku pencari perhatian.
Lihat aku, Semesta!
Aku memberi tantangan.

Hanya wanita kuat yang bertahan dalam kesendirian.
Hanya wanita berani yang menyembuhkan lukanya sendiri.

Namun…

Akan ada pria yang mencintainya dengan sederhana, meluluhkan ia yang keras kepala.
Akan ada pria yang membuatnya lupa bahwa ia pernah terluka.



di sudut kedai kopi,

February 11, 2013

#PerkaraKita

Ada saat dimana kesendirian menuntut kebersamaan dengan alasan “semua diciptakan berpasang-pasanganan”. Sayang, teori sederhana itu tak berlaku untuk perkara Kita.


 Karena dari sekian banyak kita, ada Kita yang tidak ada di catatan Tuhan.
Kita adalah sepasang jodoh yang takdirnya tidak untuk bersatu.
Kita serupa kesempurnaan yang babak belur menjaga rindu.
*
Kita rangkaian dari kebetulan-kebetulan yang menolak segala teori Semesta.
Kita bak medan magnet Selatan - Utara. Saling tarik menarik dan menolak pisah.
Kita ‘lah rumus sederhana yang kerumitannya mengalahkan logaritma.
Kita bersanding di poros bumi. Dan khatulistiwa sebagai kelambu di malam pertama.
**
Kita tak ubahnya anyaman rotan pada kursi tua di sebuah desa,
saling mengaitkan simpul dan menolak digerogoti rayap.
Kita seabadi kisah-kisah lama. Lebih menarik dari sejarah bangsa,
legenda nyata sepanjang masa.
Kita paling durhaka. Mengubah arah anak panah cupid semaunya.
Kita berjuluk cahaya pagi yang mengkhianati fajar,

terburu-buru terbit sebelum pagi datang.
Kita ibarat petir yang menyambar, membelah langit demi pertemuan.
***
Kita adalah sabda-sabda yang dirahasiakan para nabi.
Kita 'lah sajak-sajak yang tak pernah menjadi puisi.
Kita adalah kesempurnaan struktur atom tanpa elektron.
Kita 'lah partikel yang menyusun lukisan 'Wanita Dari Firenze' karya Da Vinci.
Kita adalah kegelapan yang dirindukan pijar, warna-warni yang diharamkan pelangi.
**
Kita 'lah kelipatan dosa yang dibaptis surga.
Kita adalahlah kematian yang bereinkarnasi tanpa aturan.
Kita 'lah sepasang kekasih yang melukis senja di ufuk timur,
kemudian menabur bintang di tengah siang.
*
Kita adalah pengkhianat takdir paling angkuh yang pernah ada,
kemudian mengalah pada Semesta.
Bukan karena lelah, bukan pula menyerah. 
Hanya saja, kita menaruh koma. 
Jeda.


yang menolak lupa,

January 10, 2013

Ironis

Bagian paling lucu adalah saat seseorang menganggap dirinya kehilangan ketika ia bahkan belum pernah memiliki. Seseorang mengira dirinya terluka ketika tak ada yang menggoreskan pisau padanya. Seseorang merasa dipermainkan ketika tak satu pun mengaku pernah mengenalnya. Sese....wait, what? Did I just said "lucu"? Ah, IRONIS lebih tepat.

-F.