November 9, 2011

Rian, Danu, Omeng, Sarah dan Mita

Ceritanya sepulang ngantor tadi, gue sempet berenti di warung pinggir jalan yang berada di sebelah tangga jembatan penyeberangan shelter busway. Bukan tanpa tujuan, gue ke warung itu buat beli sebotol air mineral untuk minum obat. Sambil nunggu si ibu ngasih uang kembalian, mata gue jelalatan. Tapi tetiba arah pandangan gue berhenti pada sekumpulan anak-anak yang usianya berkisar empat-lima tahun. Mereka lagi asik bercanda sambil rusuh memperebutkan sebungkus wafer Tango rasa cokelat di atas jembatan penyebrangan. YEP. SEBUNGKUS WAFER TANGO. Ah, nyeri ngeliatnya. L
....
Selesainya si ibu ngasih uang kembalian, entah kenapa gue—yang seharusnya lanjut pulang, malah bergerak naik tangga jembatan penyebrangan buat nyamperin anak-anak itu. Setelah ajak nanya-nanya dan ajak mereka ngobrol, sampailah gue dan kelima anak itu di KFC Daan Mogot, Jakarta Barat.
Tiba di bagian pemesanan, mereka gue suruh pesen apa aja yang mereka mau. Emang dasar anak-anak yah, tinggal pesen gitu aja pada rempong loh. Lucu banget! Sumpah, mereka polos abis! Serius deh, gue suka banget sama momen ini. Tapi karena khawatir pengunjung lain jadi semakin lama mengantri dan malah ngomel-ngomel, gue pun ambil alih dengan langsung order banyak sekaligus.
Kita pilih duduk di dekat jendela di lantai dua, dan kebetulan itu jam pulang kantor. Yaa otomatis KFC penuh banget, masbro! Barulah gue sadar kalo hampir semua mata tertuju ke gue sedari tadi. Hayah, berasa Miss Indonesia seketika. (,--)
Oke sori, abaikan.
Kita makan sambil becanda-canda, dan gue pun curi-curi pandang ke lima bocah di hadapan gue ini. Ya Tuhan, seneng banget liat mereka makan lahap selahap-lahapnya. Beneran kelaparan rupanya. Tetiba mereka ngucapin kalimat yang—well, bikin hati gue ngilu dengernya….
"Kakak, kenapa kaka baik sama kita? Biasanya orang kayak kakak tuh jijik sama kita,"
"Iya ka, kakak kan kaya artis, cantiiiiik"
"Iyaa ka, hahaha....aku mau ka jadi artis, tapi aku miskin ka,"
“Kok kakak gak jijik sama kita, ka?”
"Kakak pulang dari tempat kerja yah, ka? Kakak kerja dimana? Kakak duitnya banyak yah, ka? Kok mau ajak kita makan, ka?"
"Ooooh, jangan-jangan kakak dikirim ibu peri buat nolong kita yah, ka?"
"Yah kita kenapa engga dari dulu yaa ketemu kakak? Kan enak bisa makan di ka-ef-ci."
“Iyaah, sama nanti aku mau makan di Mekdi juga, tauuuuuuu!”
"Kakak, aku masih laper....boleh nambah enggak?"
“Aku juga, ka….”
“Aku juga….”
“Sama! Aku juga nih….”
……............................................................................................................*
Belum sempet jawab satu pun pertanyaan mereka, gue buru-buru anggukin kepala seraya mereka pun segera bergerombol ke arah meja pesanan lagi di lantai satu.
Tuhan, sebegini kejamnya kah hidup sampai-sampai anak seusia mereka melontarkan kalimat yang sebegitu ironi(?)
Gue ga tau apa yang orang-orang diluar sana lakuin ke mereka, sampai-sampai mereka skeptis sendiri sama orang macam gue.
Gue marah dengernya.
Bukan, bukan marah sama kelima anak polos itu.
Gue marah sama orang-orang 'mampu' di luar sana yang cuma bisa NGOMONG tapi gak bisa BERTINDAK.
Gue marah sama pemerintah yang katanya PEDULI rakyat jelata tapi melirik aja OGAH.
Gue marah sama wakil rakyat yang dibayar negara cuma untuk TIDUR di kursi parlemen kemudian BERWISATA keluar negeri.
Gue marah sama anak-anak seusia gue yang gak pernah BERSYUKUR dalam hidup dan malah sibuk MENGELUH.
Gue marah sama diri gue sendiri karena gue gak bisa ngelakuin lebih dari ini, hanya sebatas ini….
Gue ngejaga banget jangan sampe air mata netes sederas hujan malam itu. Setelah menyusul mereka ke lantai satu dan membayar pesanan mereka, gue pun pamit. Tiba-tiba salah satu dari mereka narik tangan gue. Sambil cengengesan, dia bilang "Kakak cantik, namanya siapa? Aku Mita. Makasih ya kakak cantik, aku sampe kenyang nih," Mita mengusap perutnya.
Dan keempat sisanya (akhirnya memperkenalkan diri) Rian, Danu, Omeng serta Sarah pun ikut menyalami tangan kanan gue seraya mengucapkan terima kasih.
Lihat kan? Rupanya imej bahwa 'anak jalanan adalah anak-anak kurang ajar dan tidak terdidik' itu salah besar.
Gue lebih mudah tersentuh dan merasa berharga tiap kali orang-orang seperti mereka menghargai gue, dibandingkan penghargaan istimewa dari orang-orang berkelas yang memakai dasi berbahas sutera atau memegang tas kulit puluhan juta.
Pun gue refleks berkata "kalau lain kali kita ketemu lagi, baru kakak kasih tau nama kakak ke kalian, oke?"
….dan gue pun pergi seraya memanjatkan doa dalam hati.


yang ingin bertemu mereka lagi,