Ceritanya sepulang
ngantor tadi, gue sempet berenti di warung pinggir jalan yang berada di sebelah
tangga jembatan penyeberangan shelter busway. Bukan tanpa tujuan, gue ke warung itu buat
beli sebotol air mineral untuk minum obat. Sambil nunggu si ibu ngasih uang kembalian,
mata gue jelalatan. Tapi tetiba arah pandangan gue berhenti pada sekumpulan
anak-anak yang usianya berkisar empat-lima tahun. Mereka lagi asik bercanda
sambil rusuh memperebutkan sebungkus wafer Tango rasa cokelat di atas jembatan
penyebrangan. YEP. SEBUNGKUS WAFER TANGO. Ah, nyeri ngeliatnya. L
....
Selesainya si ibu
ngasih uang kembalian, entah kenapa gue—yang seharusnya lanjut pulang, malah
bergerak naik tangga jembatan penyebrangan buat nyamperin anak-anak itu.
Setelah ajak nanya-nanya dan ajak mereka ngobrol, sampailah gue dan kelima anak
itu di KFC Daan Mogot, Jakarta Barat.
Tiba di bagian pemesanan,
mereka gue suruh pesen apa aja yang mereka mau. Emang dasar anak-anak yah, tinggal
pesen gitu aja pada rempong loh. Lucu banget! Sumpah, mereka polos abis! Serius
deh, gue suka banget sama momen ini. Tapi karena khawatir pengunjung lain jadi
semakin lama mengantri dan malah ngomel-ngomel, gue pun ambil alih dengan
langsung order banyak sekaligus.
Kita pilih duduk di
dekat jendela di lantai dua, dan kebetulan itu jam pulang kantor. Yaa otomatis KFC
penuh banget, masbro! Barulah gue sadar kalo hampir semua mata tertuju ke gue
sedari tadi. Hayah, berasa Miss Indonesia seketika. (,--)
Oke sori, abaikan.
Kita makan sambil becanda-canda,
dan gue pun curi-curi pandang ke lima bocah di hadapan gue ini. Ya Tuhan,
seneng banget liat mereka makan lahap selahap-lahapnya. Beneran kelaparan rupanya.
Tetiba mereka ngucapin kalimat yang—well,
bikin hati gue ngilu dengernya….
"Kakak, kenapa
kaka baik sama kita? Biasanya orang kayak kakak tuh jijik sama kita,"
"Iya ka, kakak
kan kaya artis, cantiiiiik"
"Iyaa ka,
hahaha....aku mau ka jadi artis, tapi aku miskin ka,"
“Kok kakak gak jijik
sama kita, ka?”
"Kakak pulang
dari tempat kerja yah, ka? Kakak kerja dimana? Kakak duitnya banyak yah, ka?
Kok mau ajak kita makan, ka?"
"Ooooh, jangan-jangan
kakak dikirim ibu peri buat nolong kita yah, ka?"
"Yah kita kenapa
engga dari dulu yaa ketemu kakak? Kan enak bisa makan di ka-ef-ci."
“Iyaah, sama nanti aku
mau makan di Mekdi juga, tauuuuuuu!”
"Kakak, aku
masih laper....boleh nambah enggak?"
“Aku juga, ka….”
“Aku juga….”
“Sama! Aku juga nih….”
……............................................................................................................*
Belum sempet jawab
satu pun pertanyaan mereka, gue buru-buru anggukin kepala seraya mereka pun
segera bergerombol ke arah meja pesanan lagi di lantai satu.
Tuhan, sebegini
kejamnya kah hidup sampai-sampai anak seusia mereka melontarkan kalimat yang
sebegitu ironi(?)
Gue ga tau apa yang
orang-orang diluar sana lakuin ke mereka, sampai-sampai mereka skeptis sendiri
sama orang macam gue.
Gue marah dengernya.
Bukan, bukan marah
sama kelima anak polos itu.
Gue marah sama
orang-orang 'mampu' di luar sana yang cuma bisa NGOMONG tapi gak bisa
BERTINDAK.
Gue marah sama
pemerintah yang katanya PEDULI rakyat jelata tapi melirik aja OGAH.
Gue marah sama wakil
rakyat yang dibayar negara cuma untuk TIDUR di kursi parlemen kemudian BERWISATA
keluar negeri.
Gue marah sama
anak-anak seusia gue yang gak pernah BERSYUKUR dalam hidup dan malah sibuk
MENGELUH.
Gue marah sama diri
gue sendiri karena gue gak bisa ngelakuin lebih dari ini, hanya sebatas ini….
Gue ngejaga banget
jangan sampe air mata netes sederas hujan malam itu. Setelah menyusul mereka ke
lantai satu dan membayar pesanan mereka, gue pun pamit. Tiba-tiba salah satu
dari mereka narik tangan gue. Sambil cengengesan, dia bilang "Kakak
cantik, namanya siapa? Aku Mita. Makasih ya kakak cantik, aku sampe kenyang
nih," Mita mengusap perutnya.
Dan keempat sisanya
(akhirnya memperkenalkan diri) Rian, Danu, Omeng serta Sarah pun ikut menyalami
tangan kanan gue seraya mengucapkan terima kasih.
Lihat kan? Rupanya imej
bahwa 'anak jalanan adalah anak-anak kurang ajar dan tidak terdidik' itu salah
besar.
Gue lebih mudah tersentuh
dan merasa berharga tiap kali orang-orang seperti mereka menghargai gue, dibandingkan
penghargaan istimewa dari orang-orang berkelas yang memakai dasi berbahas
sutera atau memegang tas kulit puluhan juta.
Pun gue refleks berkata
"kalau lain kali kita ketemu lagi, baru kakak kasih tau nama kakak ke
kalian, oke?"
….dan gue pun pergi
seraya memanjatkan doa dalam hati.
yang ingin bertemu mereka lagi,